Diberdayakan oleh Blogger.

Traffic Light

Flash


ShoutMix chat widget

Waktu Shalat Semarang

Artikel Islam

Kesungguhan Hati Dalam BerIslam

Sabtu, 16 Oktober 2010

SHALAT-SHALAT SUNNAH

SHALAT-SHALAT SUNNAH


Shalat adalah ibadah yang terdiri dari kata-kata dan perbuatan yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Rasulullah bersabda :

Artinya : "Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat" (Al Bukhari)
Apabila seseorang hendak mengerjakan shalat, maka wajib berwudhu terlebih
dahulu jika ia berhadats kecil, atau bertayammum jika ia tidak memperoleh air atau
sedang dalam kondisi yang tidak diizinkan memakai air. Selain itu ia juga harus terlebih dahulu membersihkan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
Allah Rabbul ‘Alamin telah mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan shalat
lima waktu dalam sehari semalam. Tidak diragukan lagi, bahwa shalat yang lima waktu
ini merupakan tiang agama Islam dan salah satu dari rukun-rukunnya. Di samping
shalat fardhu, terdapat pula beberapa jenis shalat yang sifatnya tathawwu’ (sukarela),
yang bermakna bukan merupakan kewajiban yang mutlak. Seluruh shalat yang
disyariatkan di dalam Islam selain yang lima waktu dan sifatnya merupakan tambahan,
maka ia disebut sebagai shalat tathawwu’.
Diriwayatkan, bahwa suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
SAW, dan bertanya tentang Islam, maka dijawab oleh beliau, “Lima shalat dalam sehari
semalam”. Berkata laki-laki tersebut, “Adakah kewajiban (shalat) yang lain atasku?
Nabi menjawab, “Tidak ada, kecuali atas kemauanmu sendiri (tathawwu’).” (HR. Al-
Bukhari)
Macam-Macam Shalat Tathawwu’.
1. SHALAT SUNNAH RAWATIB
Shalat sunnah rawatib adalah shalat yang dianjurkan atau dilakukan sendiri oleh
Rasulullah SAW yang beriringan dengan shalat lima waktu, baik sebelum atau
sesudahnya. Dalil yang mengisyaratkan hal itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam shahihnya, Rasulullah SAW bersabda, “Tiadalah seorang
hamba melakukan shalat karena Allah setiap harinya dua belas raka’at atas kemauan
sendiri dan bukan karena wajib, melainkan Allah akan membangunkan untuknya
sebuah rumah di Surga.”
Rincian dari Sunnah Rawatib ini adalah sebagai berikut:
Dua raka’at sebelum fajar (Subuh).
Empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua atau empat raka’at setelahnya.
Empat raka’at sebelum Ashar.
“Waktu Shalat Dhuhur untuk daerah JADEBOTABEK adalah = 11:51”
Dua Raka’at sebelum Maghrib dan dua rakaat setelahnya.
Dua Raka’at sebelum Isya’ dan dua rakaat setelahnya.
2. SHALAT MALAM (QIYAMULLAIL) SERTA SHALAT WITIR
Nabi SAW bersabda, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan
adalah puasa pada bulan-bulan Allah yang haram, dan shalat paling utama setelah
shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu beliau juga bersabda,
“Jadikanlah akhir shalatmu di waktu malam adalah ganjil (witir).” (Muttafaq ‘alaih)
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiallaahu anha ia berkata, “Rasulullah biasa melakukan
shalat antara selesai Isya’ hingga fajar sebanyak sebelas rakaat, beliau bersalam
setiap dua raka’at dan berwitir satu kali.” (HR. Muslim)
Temasuk dalam kategori shalat malam adalah shalat tarawih di bulan Ramadhan
yang dianjurkan agar dilakukan secara berjama’ah karena keutamaannya sangat besar.
3. SHALAT DHUHA/ISYRAQ
Jumlah raka’at yang dianjurkan dalam shalat Dhuha adalah dua, empat, enam,
delapan atau dua belas raka’at, kesemuanya memiliki dasar dari hadits Nabi
Muhammad SAW. Dari Abu Darda’ Radhiallaahu’anhu ia berkata, bersabda Rasulullah
SAW, ”Berpagi-pagi setiap persendian salah seorang dari kalian harus bersedekah,
setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah
sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf sedekah dan nahi mungkar
sedekah. Sepadan dengan itu semua dua raka’at yang dilakukan pada waktu dhuha.”
(HR. Muslim)
4. SHALAT SUNNAH WUDHU
‘Imran bekas budak Utsman Radhiallaahu anhu menceritakan, bahwa ia pernah
melihat Utsman bin Afan minta air lalu berwudhu dengannya. Selesai wudhu ia berkata,
telah bersabda Rasulullah SAW, “Barang siapa berwudhu (seperti wudhu-ku ini) lalu
shalat dua raka’at dan tidak berbicara terhadap diri sendiri, maka Allah akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Al-Bukhari-Muslim)
5. SHALAT TAHIYATUL MASJID
Setiap muslim dianjurkan untuk melakukan shalat dua raka’at ketika masuk
masjid dan ingin duduk di dalamnya. Diriwayatkan dari Abu Qatadah as-Sulami
Radhiallaahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
“Apabila salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaklah rukuk dua kali
rukuk (shalat dua rakaat) sebelum duduk.”(HR. al-Bukhari-Muslim)
“Waktu Shalat Dhuhur untuk daerah JADEBOTABEK adalah = 11:51”
Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Apabila salah seorang di antara kalian
masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.”
Shalat antara Adzan dan Iqamah. Dari Abdullah bin Mughaffal berkata, Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Di antara dua adzan ada shalat, di antara dua
adzan ada shalat, pada kali ke tiga beliau mengatakan, bagi siapa yang menghendaki.”
(HR . Syaikhani)
6. SHALAT TAUBAT
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu ia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan dosa
kemudian ia bersuci (berwudhu) dan shalat lalu minta ampun kepada Allah, melainkan
Allah akan mengampuni dosanya itu, beliau lalu membacakan firman Allah pada surat
Ali Imran ayat 135. (HR.at-Tirmidzi, Abi Dawud dan dihasankan oleh al-Albani)
7. SHALAT SEBELUM JUM’AT
Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam
beliau bersabda, “Barangsiapa mandi kemudian mendatangi Jum’at, lalu shalat
semampu yang ia lakukan, kemudian diam hingga imam selesai dari khutbahnya dan
shalat bersamanya, maka diampuni dosa antara Jum’at sebelumnya ditambah lagi tiga
hari.” (HR. Muslim)
8. SHALAT BA’DIYAH JUM’AT
Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata, Rasululllah Shallallaahu alaihi
wa Salam bersabda, ”Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai Shalat
Jum’at, maka hendaklah shalat empat rakaat sesudahnya” (HR Muslim)
9. SHALAT DATANG DARI SAFAR
Dari Ka’ab bin Malik ia berkata, ”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
apabila datang dari safar yang pertama dituju adalah masjid, lalu shalat di sana dua
rakaat, kemudian duduk bersama orang- orang.”
10. SHALAT ISTIKHARAH
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kami
istikharah (minta pilihan) dalam beberapa masalah, sebagaimana mengajarkan satu
surat dari al-Qur’an. Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian ragu-ragu
akan suatu urusan, maka shalatlah dua raka’at, bukan wajib lalu mengucapkan,
“Allahumma inni astkhiruka…dst. (HR. Al-Bukhari)
11. SHALAT GERHANA
“Waktu Shalat Dhuhur untuk daerah JADEBOTABEK adalah = 11:51”
Shalat Gerhana hukumnya sunnah muakkadah berdasarkan hadits Aisyah
Radhiallaahu anha, dan disebutkan, bahwa shalat yang dilakukan adalah panjang, baik
dalam berdiri, rukuk maupun sujud. Nabi dan para shahabat melakukan shalat ini
sebanyak dua rakaat, dilakukan di masjid tanpa adzan dan iqamah.
12. SHALAT IDAIN
Disebutkan, bahwa Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya, dan beliau
menyuruh orang-orang untuk ke luar menuju mushalla (tanah lapang).
Diriwayatkan dari Ummu Athiyah ia berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam
memerintahkan kami agar ke luar pada dua hari raya, juga kepada para gadis dan
anak-anak yang mendekati usia baligh. Beliau memerintahkan agar wanita yang
sedang haid menjauhi tempat shalat-nya kaum muslimin.” (HR. Syaikhani)
13. SHALAT ISTISQA’
Shalat Istisqa’ adalah shalat minta hujan, dan disyariatkan ketika lama tidak turun
hujan sehingga mengalami kekeringan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata,
“Rasulullah SAW Salam ke luar dengan berpakaian sederhana, penuh tawadhu’ dan
kerendahan. Sehingga tatkala sampai di mushalla, beliau naik ke atas mimbar, namun
tidak berkhutbah sebagaimana khutbah kalian ini. Beliau terus menerus berdo’a,
merendah kepada Allah, bertakbir kemudian shalat dua raka’at seperti shalat ketika Ied.
(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan di hasankan oleh al-Albani)
14. SHALAT JENAZAH
Menyalatkan jenazah seorang muslim hukumnya fardhu kifayah, apabila
sebagian sudah ada yang melaksanakan, maka yang lain gugur kewajibannya. Shalat
jenazah memiliki keutamaan yang amat besar sebagaimana disebutkan dalam banyak
hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam.
BEBERAPA MASALAH BERKAITAN DENGAN SHALAT SUNNAH
Shalat Sunnah Lebih Utama Dilakukan di Rumah.
Terkecuali dalam shalat-shalat yang secara khusus telah dijelaskan dengan dalil yang
lebih rinci. Hal ini berdasarkan keumuman hadits dari Zaid bin Tsabit, Rasulullah SAW
bersabda, “Shalatlah kalian wahai manusia di dalam rumah kalian, karena
sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di dalam
rumahnya, kecuali shalat maktubah.” (HR. Syaikhoni)
Rutin Menunaikan Shalat Tathawwu’ lebih Utama Meskipun Sedikit.
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiallaahu anha, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai
manusia hendaknya kalian beramal sesuai dengan kemampuan, karena
sesungguhnya Allah itu tidak akan bosan, sehingga kalian sendiri yang bosan. Dan
“Waktu Shalat Dhuhur untuk daerah JADEBOTABEK adalah = 11:51”
sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan terus menerus
meskipun sedikit.” (Muttafaq ‘alaih).
Duduk dalam Shalat Sunnah
Dari Imran bin Hushain ia bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seseorang yang
shalat dalam keadaan duduk, maka beliau menjawab, “Jika ia shalat dengan berdiri,
maka itu lebih utama, barang siapa yang shalat dengan duduk, maka ia mendapat
separuh pahala orang yang berdiri dan barang siapa yang shalat dengan berbaring,
maka ia mendapat pahala separuh orang yang duduk.”(HR. Al-Bukhari)
Berkata at-Tirmidzi, “Menurut sebagian ulama yang dimaksudkan dalam hadits ini
adalah shalat sunnah.”
Shalat Sunnah di atas Kendaraan
Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu ia berkata, “Rasulullah SAW melakukan shalat di
atas kendaraan ke manapun beliau menghadap, beliau juga berwitir di atasnya.
Hanya saja ia tidak melakukan hal itu dalam shalat wajib (maktubah).”
Shalat Sunnah ketika Safar
Tidak ada petunjuk dari Rasulullah SAW tentang shalat sunnah sebelum & sesudah
shalat wajib ketika dalam kondisi safar kecuali qabliyah Subuh. Yang biasa beliau
lakukan adalah shalat sunnah muthlaq. Dari Amir bin Rubaiah ia berkata, “Aku
melihat Rasulullah SAW di atas onta melakukan shalat dengan isyarat kepalanya.
Beliau menghadap ke arah mana saja (tidak harus mengarah kiblat, red). Tidak
pernah Rasulullah SAW melakukan yang demikian di dalam shalat wajib.” (Muttafaq
‘alaih)
Shalat yang Utama adalah yang Panjang Bacaannya.
Dari Jabirzia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Shalat yang paling utama adalah
yang panjang berdirinya (baca-annya, red).” (HR. Muslim)

[+/-] Selengkapnya...

Shalat Tahajud Menurut Medis Alternatif

Shalat Tahajud Menurut Medis Alternatif

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah (Qs Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker.

Tidak percaya?

"Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. "Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya and terbebas dari infeksi dan kanker". Ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan 'tukang obat' jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Response ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi"

Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu. Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah salat tambahan atau sholat sunah.

Padahal jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping).

Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunahmendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan.

Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.

Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan.

Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden sissa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11* rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika).

Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. "jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi.

Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress," Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.

Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???????

Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran.

Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya. Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal. Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk eberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang di wajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya : Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial Masyarakat saat ini.

[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 08 Oktober 2010

Istri Pertama

Istri Pertama

Suatu Kisah Menarik yang penuh hikmah tentang Pedagang Kaya dengan empat Orang Istrinya.

Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri. Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.

Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.

Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.

Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami. Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.

Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. “Saat ini, aku punya 4 orang istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri.” Lalu ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. “Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. “Tentu saja tidak, “jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi. Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga. “Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku? Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.

Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. “Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. “Maafkan aku,” ujarnya “Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu. Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa. Tiba-tiba terdengar sebuah suara. “Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, “Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku.”

Teman, sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini. Istri yang keempat, adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.

Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya.

Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.

Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak. Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan

[+/-] Selengkapnya...

Ketika Setan Merasa Takut ...

Ketika Setan Merasa Takut ...

Ada seorang manusia yang bertemu dengan setan di waktu subuh. Entah bagaimana awalnya, akhirnya mereka berdua sepakat mengikat tali persahabatan. Ketika waktu subuh berakhir dan orang itu tidak mengerjakan shalat, maka setan pun sambil tersenyum bergumam, "Orang ini memang pantas menjadi sahabatku..!"

Begitu juga ketika waktu dzuhur orang ini tidak mengerjakan shalat, setan tersenyum lebar sambil membatin, " Rupanya inilah bakal teman sejatiku di akhirat nanti..!"

Ketika waktu ashar hampir habis tetapi temannya itu dilihatnya masih juga asik dengan kegiatannya, setan mulai terdiam......

Kemudian ketika datang waktunya magrib, temannya itu ternyata tidak shalat juga, maka setan nampak mulai gelisah, senyumnya sudah berubah menjadi kecut. Dari wajahnya nampak bahwa ia seolah-olah sedang mengingat-ngingat sesuatu.

Dan akhirnya ketika dilihatnya sahabatnya itu tidak juga mengerjakan shalat Isya, maka setan itu sangat panik. Ia rupanya tidak bisa menahan diri lagi, dihampirinya sahabatnya yang manusia itu sambil berkata dengan penuh ketakutan, "Wahai sobat, aku terpaksa memutuskan persahabatan kita !"

Dengan keheranan manusia ini bertanya, "Kenapa engkau ingkar janji bukankah baru tadi pagi kita berjanji akan menjadi sahabat ?".

"Aku takut !", jawab setan dengan suara gemetar.

"Nenek moyangku saja yang dulu hanya sekali membangkang pada perintah-Nya, yaitu ketika menolak disuruh sujud pada Adam, telah dilaknat oleh Allah SWT; apalagi engkau yang hari ini saja kusaksikan telah lima kali membangkang untuk bersujud pada-Nya. Tidak terbayangkan olehku bagaimana besarnya murka Allah kepadamu !", kata setan sambil ngeloyor pergi.

Semoga Bermanfaat
Wassalamualaikum wr.wb

[+/-] Selengkapnya...

Akan datang suatu zaman atas manusia

Akan datang suatu zaman atas manusia

Hendaklah kita menyadari, bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Kita hanya menumpang lewat. Dunia adalah waktu dan tempat beramal. Janganlah terepesona oleh kehidupan dunia, sehingga membuat kita lalai dari hakikatnya serta melalaikan kewajiban kepada Allah subahanahu wata’ala yang menciptakan kita. Betapa banyak peringatan dari Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya tentang hinanya kehidupan dunia.

Allah SWT berfirman :
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka, dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (QS. Al-Rum 30:9)

Untuk menjelaskan Al-Quran yang saya bacakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran menyebutkan sabda Rasulullah saw berikut :

"Akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka tergeletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja. Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya saja. Masjid-masjid mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana : Kekejaman para penguasa, kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."

Maka takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"

Nabi menjawab, "Ya ! Bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala."

Dalam hadis di atas, Nabi meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap keping dirham, dolar dan rupiah ... menjadi berhala. Rasulullah menggambarkan dengan indah : Pada zaman itu, manusia mempertuhankan perutnya.

Kalau yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk mengisi perutnya. Dulu di zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadah kepada Allah menghabiskan malamnya dengan menunaikan shalat malam (tahajjud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi kejaran mereka.

Mereka bertindak dan bekerja, dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.

Pada waktu itu, kata Rasulullah, iman hanya tinggal namanya saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja. Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi saw juga mengatakan bahwa masjid-masjid pada masa itu ramai. Akan tetapi, hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka, hanya dihormati karena pakaiannya saja.

Dalam riwayat yang lain, Nabi mengatakan bahwa :
"Orang tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, dan bukan karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadah kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila umat Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadah di bulan Ramadhan saja, maka mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak ingin memaafkan rakyatnya. Dan tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya pula."

Takjub mendengarkan ucapan Rasulullah yang melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat pun bertanya : "Wahai Rasul Allah, apakah mereka menyembah berhala ?" Nabi menjawab : "Benar. Hanya saja berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk uangnya."

Lalu Rasulullah saw bersabda :
"Nanti pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke masjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun zikir mereka adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka."

Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis di atas, Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka ... maka beliau juga mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di akhir zaman pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadah sekali pun, demi kepentingan dunia mereka.

Di dalam Ihya Ulumuddin, ketika menjelaskan ibadah haji, Imam al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis tentang situasi ibadah haji di akhir zaman. Rasulullah saw bersabda :

"Nanti di akhir zaman, ada empat macam orang menjalankan ibadah haji dari empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin dan para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadah haji sebagai sejenis pesiar atau wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis. Para ulama menunaikan haji hanya untuk memperoleh popularitas."

Jadi keempat golongan di atas, menunaikan ibadah haji hanya demi kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja, sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt mencabut kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya.

Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan oleh Allah swt. Malahan menurut Rasulullah, orang yang payah dalam mencari nafkah, bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh pahala yang bisa menghapus dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apapun, kecuali dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah.

Obat untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja keras untuk mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah itu kita bagikan, dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia.

Ujilah kecintaan kita pada dunia manakala Allah memanggil kita untuk mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan umat Muslimin, dan demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia ketimbang Allah SWT


- Dikutip dari Buku Kang Jalal “Meraih cinta Illahi” yang berjudul : Berhala Uang” karya KH. Jalaluddin Rakhmat dengan sedikit tambahan

[+/-] Selengkapnya...

Kisah inspiratif dari seberang "Maafkan aku Ibuku"

Kisah inspiratif dari seberang "Maafkan aku Ibuku"

Saat engkau hadir di dunia ini, Ibu mendekapmu erat dalam hangat peluknya.
Engkau mensyukurinya dengan menjerit sekencang mungkin.

Saat engkau berumur 1 tahun, Ibu menyusui dan memandikanmu.
Engkau mensyukurinya dengan tangisanmu yang membangunkannya di tengah malam.

Saat engkau berumur 2 tahun, Ibu melatihmu berjalan.
Engkau mensyukurinya dengan berlari menjauh saat Ibu memanggil.

Saat engkau berumur 3 tahun, Ibu membuatkan bubur untukmu dengan penuh cinta.
Engkau mensyukurinya dengan membanting mangkokmu ke lantai hingga berceceran.

Saat engkau berumur 4 tahun, Ibu memberimu pensil warna.
Engkau mensyukurinya dengan mencoreti permukaan meja makan.

Saat engkau berumur 5 tahun, Ibu memakaikan pakaian terbaik untukmu dan mengajakmu jalan-jalan. Engkau mensyukurinya dengan meloncat-loncat di atas genangan lumpur yang kau jumpai.

Saat engkau berumur 6 tahun, Ibu memasukkanmu ke sekolah dasar.
Engkau mensyukurinya dengan berteriak, "AKU TIDAK MAUU !!"

Saat engkau berumur 7 tahun, Ibu membelikanmu bola sepak.
Engkau mensyukurinya dengan menyepaknya kuat-kuat hingga memecahkan kaca jendela tetanggamu.

Saat engkau berumur 8 tahun, Ibu membelikanmu es krim.
Engkau mensyukurinya dengan menumpahkannya ke pangkuanmu.

Saat engkau berumur 9 tahun, Ibu membayarkan kursus piano untukmu.
Engkau mensyukurinya dengan tak pernah serius berlatih.

Saat engkau berumur 10 tahun, Ibu mengantarkanmu bermain bola, berolahraga dan ke pesta ulang tahun temanmu.
Engkau mensyukurinya dengan melompat keluar dari mobil tanpa berpamitan.

Saat engkau berumur 11 tahun, Ibu mengajak engkau dan temanmu ke bioskop.
Engkau mensyukurinya dengan menyuruh Ibu duduk di barisan yang berbeda.

Saat engkau berumur 12 tahun, Ibu mengingatkanmu untuk tidak menonton acara TV tertentu.
Engkau mensyukurinya dengan menunggu hingga Ibu keluar rumah.

Belasan tahun kemudian,

Saat engkau berumur 13 tahun, Ibu menyuruhmu memotong rambut.
Engkau mensyukurinya dengan mengatakan bahwa Ibu tidak mengerti mode.

Saat engkau berumur 14 tahun, Ibu membayarkan kemah remaja selama sebulan untukmu.
Engkau mensyukurinya dengan tak pernah menceritakan kabarmu selama itu.

Saat engkau berumur 15 tahun, Ibu pulang dari kantor, mencari pelukanmu.
Engkau mensyukurinya dengan menutup dan mengunci pintu kamarmu.

Saat engkau berumur 16 tahun, Ibu mengajarkan padamu cara mengendarai mobil.
Engkau mensyukurinya dengan memakai mobil setiap ada kesempatan.

Saat engkau berumur 17 tahun, Ibu menunggu telepon penting.
Engkau mensyukurinya dengan bertelepon ria sepanjang malam.

Saat engkau berumur 18 tahun, Ibu menangis haru pada hari kelulusanmu.
Engkau mensyukurinya dengan berpesta pora bersama temanmu hingga fajar menjelang.

Ketika tubuh ibumu bertambah lemah, semakin tua ...

Saat engkau berumur 19 tahun, Ibu membayari biaya kuliahmu, mengantarkanmu ke kampus dan membawakan barang-barangmu.
Engkau mensyukurinya dengan berpamitan sedemikian rupa, agar tak nampak Ibu memelukmu di depan teman-temanmu.

Saat engkau berumur 20 tahun, Ibu bertanya sudahkah engkau mempunyai pacar ?
Engkau mensyukurinya dengan menjawab, "Bukan urusanmu."

Saat engkau berumur 21 tahun, Ibu menyarankanmu bekerja di bidang ini-itu kelak.
Engkau mensyukurinya dengan menjawab, "Aku tidak mau seperti Ibu."

Saat engkau berumur 22 tahun, Ibu memelukmu saat tibanya hari wisudamu.
Engkau mensyukurinya dengan minta hadiah tur ke Eropa.

Saat engkau berumur 23 tahun, Ibu memberikan perabotan untuk rumah kontrakanmu.
Engkau mensyukurinya dengan mengatakan pada temanmu, perabotan itu jelek.

Saat engkau berumur 24 tahun, Ibu bertemu dengan pacarmu dan menanyakan rencana pernikahanmu. Engkau mensyukurinya dengan melotot dan menggeram, "Ibuu ... nantilah !"

Saat engkau berumur 25 tahun, Ibu membantu biaya pesta pernikahanmu dan Ibu menangis bahagia, serta mengatakan betapa besar cintanya padamu.
Engkau mensyukurinya dengan pindah ke luar kota.

Saat engkau berumur 30 tahun, Ibu memberi nasihat untuk perawatan anak-anakmu.
Engkau mensyukurinya dengan menjawab, "Sekarang zamannya sudah beda."

Saat engkau berumur 40 tahun, Ibu menelponmu dan mengingatkan akan acara perkumpulan keluarga. Engkau mensyukurinya dengan mengatakan bahwa engkau benar-benar sibuk sekarang.

Saat engkau berumur 50 tahun, Ibu jatuh sakit dan membutuhkan engkau untuk merawatnya.
Engkau mensyukurinya dengan menceritakan kisah orang tua yang menjadi beban bagi anak-anaknya.

Hingga kemudian, di suatu hari, Ibu meninggal.

Dan segala sesuatu yang tak pernah kau baktikan untuk Ibu setulusnya, menjelma menjadi penyesalan yang menyiksa dirimu seumur hidup, menghujam sampai lubuk hatimu bak halilintar.

Semuanya sudah terlambat.
Kini setiap saat tinggalah penyesalanmu "Maafkan aku ibuku"

-----------------------------------------------------------

Sebuah renungan terjemahan dari salah satu buku di Amerika.
Semoga Bermanfaat.

[+/-] Selengkapnya...

CURRICULUM VITAE (RESUME) of IBLIS LAKNATULLAH ‘ALLAIHI (semoga Allah melaknatnya)

CURRICULUM VITAE (RESUME) of IBLIS LAKNATULLAH ‘ALLAIHI (semoga Allah melaknatnya)

Assalamualaikum wr.wb
Muslimin Rahimakumullah.
Terlampir adalah CURRICULUM VITAE/ RESUME dari IBLIS LAKNATULLAH ‘ ALLAIHI (Semoga Allah melaknatnya) yang saya kutip dengan sedikit tambahan dari Buku Ustadz Quraish Shihab “Yang Tersembunyi dalam Al Qur’an dan As Sunnah”.

Allah SWT berfirman dalam Surah ke-35. Faathir ayat 6.
" Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala".
Semoga kita semua dijauhkan dari Iblis Laknatullah 'alaihi dan lulus sebagai orang2 yang beriman dan beramal shaleh serta kelak menjadi Penghuni Surga Al Jannah. Amiin

Semoga bermanfaat ya.
Syukran & Wassalam,
IPH

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
CURRICULUM VITAE (RESUME)
of
IBLIS LAKNATULLAH ‘ ALLAIHI


OBJECTIVES :
Melamar ummat manusia (anak cucu Adam a s) agar kufur / ingkar kepada Allah SWT
dan mengajak serta menjerumuskan sebanyak-banyak manusia agar masuk Neraka
Jahanam.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DATA PRIBADI / BIODATA
-----------------------------------
Nama : IBLIS alias SETAN

Gelar : LAKNATULLAH ‘ ALLAIHI (semoga Allah melaknatnya)

Tgl lahir : Tahun pertama Perintah Allah agar Iblis sujud kepada Adam a s

Alamat : Di dalam hati orang-orang yang lengah dan lemah imannya;

Warganegara : Dunia

Agama : Kekufuran, Kemusyrikan dan Kemunafikan.

Pekerjaan : Pengasuh semua ummat manusia anak cucu Adam as yang sesat dan dimurkai
Allah SWT.

Pangkat/Gol. : Pembangkang Utama Kelas I

Jabatan : Panglima Tertinggi Kekufuran dan Kesyirikan serta Pimpinan Umum orang-orang
yang dimurkai Allah dan sesat

Singgasana : Di atas air

Masa Kerja : Sejak kelahiran Nabi Adam a.s sampai datangnya hari Kiamat.

Modal kerja : Penipu Ulung dan Pembohong Nomor wahid

Cara Kerja : Merayu manusia secara bertahap dari dosa yang kecil, hingga Syirik dan kufur
kepada`Allah SWT.

Bawahan : Setan jin dan setan manusia

Partner Kerja : Orang yang diam dari kebenaran

Agen Utama : Dukun dan paranormal

Sarana Kerja : Melalui Harta kekayaan, kedudukan/Jabatan, Seks dan semua Kegemerlapan dan
hiasan dunia lainnya serta kenikmatan sesaat.

Sumber rezeki: Semua yang diharamkan oleh Allah SWT.

Tempat operasi: Night club, Diskotek, Motel/Hotel, Panti Pijat, Mall, Pasar, WC/Toilet, Dapur dan
tempat-tempat yang kotor serta rumah yang tidak disebut nama Allah ketika
memasukinya

Hobi : Menyesatkan dan menjerumuskan seluruh ummat manusia agar kufur terhadap
Allah SWT;

Cita-cita : Seluruh ummat manusia Kufur dan masuk Neraka Jahanam secara kekal abadi.

Istri : Semua wanita yang hobi telanjang dan pamer aurat.


Anak / Cucu : Yang kufur, musyrik dan durhaka kepada orangtuanya

Yang ditakuti : Allah SWT dan RasulNya, Zikir dan Ayat Al Qur’an

Musuh utama : Allah SWT, Rasululllah, para Nabi dan orang-orang yang Beriman dan beramal
shaleh serta orang2 yang pandai bersyukur.

Sahabat utama: Semua Paranormal/Dukun/Tukang sihir, dan orang2 yang Kafir, Musyrik, Munafik,
Orang2 yang Sombong/Takabur dengan kekayaan dan kepintarannya, Rakus,
Pelit/bakhil, pembohong, pezina, Koruptor, tukang Ghibah (Gossip), pembunuh,
pemakan riba, orang2 yang durhaka kepada orangtua, dan orang-orang yang ingin
hidup kekal.

Motto : Kemunafikan adalah akhlak yang paling utama

Hobi : Menyesatkan manusia dan menjerumuskan ke dalam dosa

Lukisan kesayangan : Tato

Mata pencaharian : Mencari harta yang haram

Makanan favorit : Bangkai manusia (ghibah)

Tempat favorit : Tempat-tempat najis dan tempat maksiat

Tempat yang dibenci : Masjid, Majelis ilmu / Pengajian, Majelis Zikir dan tempat-tempat yang
membawa ketaatan

Kekuasaan : Nihil (Tidak ada kekuasaan sama sekali)

Kemampuan : Lemah

Wewenang : Merayu ummat manusia agar kufur dan musyrik serta berbuat dosa melalui semua
kesenangan dan kenikmatan dunia;

Alat Komunikasi: ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta dan melalui rasa was was dan
mengumpat

Yang paling disukai : Pemutusan Hubungan antara Tuhan dan manusia

Kepribadian : Angkuh dan sombong

Bentuk fisik : Tidak dapat dilihat, kalaupun ada yang pernah melihat pastilah bukan wujud
aslinya.

Jurus Andalan :
1. Memoles kebathilan
2. Menamakan Maksiat dengan nama yang indah
3. Menamakan Ketaatan dengan nama yang tidak disukai
4. Masuk melalui pintu yang disukai manusia
5. Menyesatkan manusia secara bertahap
6. Menghalang-halangi manusia dari kebenaran
7. Berlagak sebagai penasihat

Kelemahan :
1. Tidak berkutik di hadapan orang yang ikhlas
2. kewalahan menghadapi orang yang berilmu
3. Lari dari suara adzan dan suara zikir
4. Lari dari rumah yang dibacakan AL Qur'an
5. Menyingkir dari orang yang berdzikir kepada Allah
6. Menangis ketika melihat orang bersujud kepada Allah

------------------------------------------------------------------------------------
Dikutip tanpa izin dari : Buku Ustadz Quraish Shihab “Yang Tersembunyi dalam Al Qur’an dan As Sunnah”, Lentera, Cet 1, 2006, Halaman 278 dengan sedikit tambahan.

Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb
>

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 05 Oktober 2010

Adab Berjalan Kaki Menurut Ajaran Islam

Adab Berjalan Kaki Menurut Ajaran Islam

Suatu hari Khalifah Umar bin Khattab RA melihat seorang pemuda berjalan seperti orang sakit. Lalu, Umar pun bertanya kepada pria itu, "Apakah engkau sedang sakit?" Pemuda itu menjawab, "Tidak." Mendengar jawaban itu, Umar mengangkat cambuknya dan memukul pemuda itu. Ia lalu memerintahkan anak muda itu untuk berjalan dengan tegap.

Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik dikisahkan Rasulullah SAW telah memberi contoh berjalan yang baik. "Sesungguhnya Rasulullah SAW berjalan dengan tegar." (HR Muslim). Ketika berjalan, Nabi Muhammad SAW mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi karena beliau berjalan dengan tegap.

Saking tegapnya, Nabi SAW seakan-akan berjalan dengan bertumpu pada pangkal telapak kakinya. Rasulullah berjalan dengan tegap, tak loyo dan tak seperti berjalan orang sakit atau perempuan. Kemampuan berjalan merupakan karunia yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Kisah di atas menggambarkan bahwa Islam pun mengatur tata cara atau adab berjalan yang baik. Setiap Muslim apabila sedang berjalan untuk sesuatu urusan diharuskan menjaga adab berjalan.

Lalu seperti apakah adab berjalan yang diajarkan Islam itu? Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada secara rinci menjelaskan adab berjalan dalam kitabnya Mausuu'tul Aadaab al Islamiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan Sunah. Berikut adalah adab berjalan sesuai tuntunan Islam:

Pertama, niat yang benar. Seorang Muslim hendaklah berniat yang benar ketika hendak berjalan. Niatkan berjalan itu untuk tujuan yang baik itu sebagai ibadah dengan mengharapkan ridha dari Allah SWT. "Apabila berjalan hendak ke masjid, niatkan untuk beribadah kepada Allah. Jika berjalan untuk bekerja, niatkan untuk mencari rezeki yang baik dan halal untuk keluarga," tutur Syekh Sayydi Nada.

Bahkan, ketika akan berjalan untuk suatu permainan yang diperbolehkan, kata dia, hendaklah berniat untuk mencari penyegaran agar jiwa kembali segar dan bersemangat untuk beribadah. Menurut Syekh Sayyid Nada, dengan menghadirkan niat yang benar, maka akan mencegah seorang Muslim dari berjalan untuk sesuatu yang haram.

Kedua, tak berjalan untuk suatu yang haram. Sesungguhnya, kedua kaki akan memberi kesaksian berbicara pada hari kiamat. Untuk itu, hendaklah menghindar dari berjalan untuk sesuatu yang dilarang agama. Sebab, setiap ayunan langkah kita menuju sesuatu yang diharamkan akan berbuah dosa. Ketiga, bersikap tawadhu dan tak sombong ketika berjalan.

Ketiga, bersikap tawadhu dan tidak sombong. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al Israa ayat 37: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung." Dalam surah Lukman ayat 18, Allah SWT berfirman: "… Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi de ngan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." Ibnu Katsir mengingatkan agar seorang Muslim membanggakan diri, sombong, takabur dan keras kepala, karena Allah akan murka.

Keempat, berjalan normal. Hendaklah seseorang berjalan normal, yakni pertengahan antara berjalan terlalu lambat dan terlalu cepat. Ibnu Katsir menjelaskan, berjalan normal adalah berjalan secara biasa. Tidak terlalu cepat dan tak terlalu lambat. "Pertengahan di antara ke duanya."

Kelima, tak menoleh ke belakang. Dalam Shahiihul Jaami dikisahkan bahwa Nabi Muhammad SAW apabila berjalan tidak menoleh ke belakang. Menoleh ke belakang saat berjalan dapat membuat seseorang bertabrakan, tergelincir serta bisa juga dicurigai oleh orang yang melihatnya.

Keenam, tak berpura-pura lemah ketika berjalan. Berpura-pura lemah ketika berjalan dengan maksud untuk dilihat orang lain dilarang dalam Islam. Selain itu, juga tak boleh berpura-pura sakit ketika berjalan, karena dapat mengundang kemarah an Allah SWT.

Ketujuh, berjalan dengan kuat. Setiap Muslim harus berjalan dengan tegap seperti yang dicontohkan Nabi SAW. Menurut Syekh Sayyid Nada, cara berjalan seperti Rasulullah SAW lebih dekat kepada roh Islam. "Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah SWT, dibandingkan mukmin yang lemah," tuturnya.

Kedelapan, menghindari cara berjalan yang tercela. Contoh berjalan yang tercela itu antara lain; berjalan dengan sombong dan takabur, berjalan dengan gelisah dan gemetaran; berjalan dengan loyo seperti orang sakit; berjalan meniru lawan jenis; berjalan terburu-buru dan terlalu cepat; serta berjalan seakan-akan melompat.

Kesembilan, tidak berjalan dengan satu sandal. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian memakai sandal, maka hendaknya memulai dari yang kanan. Apabila ia melepasnya, maka mulailah dari yang kiri. Pakailah kedua-duanya atau lepaskanlah kedua-duanya."

Kesepuluh, bertelanjang kaki sesekali waktu. Bertelanjang kaki termasuk tanda tawadhu di hadapan Allah SWT. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Nabi SAW memerintahkan kami agar kadang kala bertelanjang kaki." (HR Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa'i). Menurut Syekh Sayyid Nada, bertelanjang kaki adalah perkara yang baik, syaratnya tidak terdapat najis pada tanah serta sesuatu yang dapat menyakiti kedua telapak kaki.

[+/-] Selengkapnya...

KARAKTERISTIK UMUM AJARAN ISLAM

KARAKTERISTIK UMUM AJARAN ISLAM


Dalam rangka menjaga agama Islam dari perbedaan penafsiran dan pengamalan maka nabi saw. Bersabda yang artinya; “Sesungguhnya siapa yang hidup (lama) diantara kamu, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka ikutilah sunnahku, dan sunnah Khulafaur Raasyidin yang mendapat petunjuk”. (Hadits Shahih Riwayat Turmudzi). Di hadits yang lain, pada saat Rasulullah menjelaskan tentang golongan yang selamat dari umatnya, beliau bersabda; “Yang selamat ialah orang yang mengikuti apa yang Aku lakukan dan dilakukan oleh sahabatku” (HR. Turmudzi). Ini menunjukkan bahwa segala pemahaman dan pengamalan yang berkaitan dengan keagamaan, maka hendaklah selalu merujuk kepada pemahaman dan pengamalan nabi dan para sahabatnya, serta pengamalan para tabi’in dan tabi’it-tabi’in termasuk imam yang empat, Imam Malik, Imam al-Syafi’ie, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah.
Apa yang dinyatakan di atas adalah sebagai dasar pokok agar segala apa yang dilakukan dalam kontek pengamalan agama (Islam) dapat mengarah dan menuntun umat manusia untuk mewujudkan perilaku yang ideal, yaitu perilaku yang sebenarnya diinginkan oleh ajaran agama Islam itu sendiri.
Yusuf al-Qardlawi dalam bukunya الخصائص العامة للإسلام, terbitan Maktabah Wahbah Kairo (1397 H./1977 M.) mengurai panjang lebar tentang karakteristik umum ajaran agama Islam untuk mewujudkan perilaku agama yang ideal yang selanjutnya disebut dengan al-Tadayyun al-Mansyud, yang di terdiri dari 7 hal yang mendapat perhatian :
1. Rabbaniyyah (Ketuhanan), yaitu:
a. Aspek Tujuan: mendapatkan ridla Allah swt.
b. Aspek Sumber dan Metode: berdasarkan petunjuk dan wahyu ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan sunnah.
2. Insaniyyah (humanisme): Tidak ada pertentangan antara konsep ketuhanan dan humanisme, karena salah satu ajaran ketuhanan adalah untuk menjunjung tinggi derajat manusia dan memuliakannya.
3. Syumul (bersifat umum, holistik), yaitu: Ajaran yang aplicatable untuk segala zaman, tempat , sekaligus untuk semua manusia.
4. Wasatiyyah atau Tawazun (keseimbangan), yaitu: antara spiritual (ruhiyah) dan material (madiyah), antara individualisme (fardiyyah) dan sosialisme (jama’iyyah), antara realitas (waqi’iyyah) dan idealisme/utopia (mitsaliyyah), antara ketegasan (tsabat) dan fleksibilitas (taghayyur), dsb….Artinya, tidak mengabaikan aspek-aspek di atas dan memberikan porsi masing-masing secara adil.
5. Waqi’iyyah (Realistis), yaitu: Ajaran yang sesuai dengan:
a. Realitas alam semesta yang menunjukkan akan adanya Allah, Tuhan alam semesta,
b. Realitas kehidupan manusia dengan sifat baik buruknya, yang berakhir dengan kematian dan dilanjutkan dengan kehidupan akhirat yang abadi,
c. Realitas manusia sebagai makhluk yang komplek (terbuat dari unsur materi dan rohani, laki-laki dan perempuan, sebagai makhluk sosial, dsb…)
6. Wudluh (Kejelasan), yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Kejelasan pokok-pokok dan prinsip ajaran.
b. Kejelasan sumber ajaran
c. Kejelasan maksud dan tujuan
7. Kombinasi antara tsabat (ketegasan prinsip) dan murunah (fleksibilitas) dalam ajarannya, misalnya:
a. Ketegasan dalam tujuan, dan fleksibilitas dalam strategi pelaksanaannya
b. Ketegasan dalam pokok dan prinsip ajaran, dan fleksibilitas dalam masalah yang bukan prinsip (furu’iyyah)
c. Ketegasan dalam moral dan etika, dan fleksibilitas dalam masalah duniawi dan kajian ilmiah.
Malang, 4 Juni 2010.

*KARAKTERISTIK UMUM AJARAN ISLAM* (Untuk Mewujudkan Perilaku Agama Yang Ideal/Al-Tadayyun Al-Mansyud)هههه

*tulisan pertama ini merupakan hasil bacaan dari buku الخصائص العامة للإسلام (Yusuf al-Qardlawi), terbitan Maktabah Wahbah Kairo (1397 H./1977 M.) dan akan disambung berikutnya dengan tema “FENOMENA PERILAKU KEHIDUPAN BERAGAMA YANG PINCANG (TADAYYUN MANQUSH)” juga hasil bacaan dari buku al-Tadayyun al-Manqush (Fahmi Huwaidi), sebagai kebalikan teori al-Tadayyun al-Mansyud (al-Qardlawi).

[+/-] Selengkapnya...

Pengertian Islam

Pengertian Islam

“ISLAM”, adalah sebuah nama yang diberikan oleh Allah kepada agama ini (Quran 5:4), kata Islam berasal dari kosakata Arab yang secara harfiah berarti ketaatan dan damai. ISLAM berasal dari akar kata "SALIMA": damai, kesucian, ketundukan dan ketaatan. Jadi 'Islam' itu berarti jalan orang-orang yang taat kepada Allah dan yang membuat perdamaian dengan Allah dan makhluk-Nya. Yang disebut Muslim.

Islam bukanlah sebuah agama baru. Pesan islam pada dasarnya adalah pesan yang sama dengan pesan dan bimbingan Allah yang telah diturunkan kepada semua nabi sebelum Nabi Muhammad shollallahu ‘alihi wa sallam.
Allah Taala berfirman di dalam Al-Quran: "Katakanlah,` Kami beriman kepada ALLAH dan apa yang telah diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Yakub dan keturunannya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan sekalian nabi dari Tuhan mereka . Dan kepadanya kami menyerahkan diri." (Qur'an 3-84)
Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan.

Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai.

Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah. Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya; di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution.

Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari kehidupan manusia. Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya.

Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah. Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini timbul karena pada umumnya agama di luar Islam namanya disandarkan pada nama pendirinya.

Di Persia misalnya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan pada nama pendirinya, Zarathustra (W.583 SM). Agama lainnya, misalnya agama Budha, agama ini dinisbahkan kepada tokoh pendirinya, Sidharta Gautama Budha (lahir 560 SM).

Demikian pula nama agama Yahudi yang disandarkan pada orang-orang Yahudi (Jews) yang berasal dari negara Juda (Judea) atau Yahuda. Penyebutan istilah Muhammadanism dan Muhammedan untuk agama Islam, bukan saja tidak tepat, akan tetapi secara prinsip hal itu merupakan kesalahan besar.

Istilah tersebut bisa mengandung arti bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan agama Budha yang mengandung arti agama yang dibangun oleh Sidharta Gautama Budha atau paham yang berasal dari Sidharta Gautama.

Analogi nama dengan agama-agama lainnya tidaklah mungkin bagi Islam. Berdasarkan keterangan tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah swt, bukan berasal dari manusia/Nabi Muhammad saw. Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang ditugasi Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan tata cara ibadahnya.

Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu Allah swt. Dengan demikian, secara istilah, Islam adalah nama agama yang berasal dari Allah swt. Nama Islam tersebut memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu, golongan tertentu, atau negeri tertentu.

Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah swt. Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan Allah swt. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. pada berbagai kelompok manusia dan berbagai bangsa yang ada di dunia ini.

Islam adalah agama Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa, Nabi Muhammad saw. Dengan kata lain, seluruh Nabi dan Rasul beragama Islam dan mengemban risalah menyampaikan Islam. Hal itu dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an yang menegaskan bahwa para Nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah.

Kesimpulannya, Islam secara bahasa berarti tunduk, patuh, dan damai. Sedangkan menurut istilah, Islam adalah nama agama yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang benar dan sesuai fitrah kemanusiaan. Islam diturunkan bukan kepada Nabi Muhammad saja, tapi diturunkan pula kepada seluruh nabi dan rasul. Sesungguhnya seluruh nabi dan rasul mengajarkan Islam kepada umatnya. Wallahu A’lam.

[+/-] Selengkapnya...

Agama Itu Dibangun Di Atas Dzikir dan Syukur

Agama Itu Dibangun Di Atas Dzikir dan Syukur


Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa agama ini dibangun di atas 2 landasan yaitu dzikir dan syukur. Lantas beliau rahimahullah membawakan firman Allah,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ

“Berdzikirlah pada-Ku, niscaya Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah pada-ku, janganlah kalian kufur.” (QS. Al Baqoroh : 152)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda pada Mu’adz, “Demi Allah, aku sungguh mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam):

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

ALLAHUMMA A’INNI ‘ALA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBADATIK [Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. Abu Daud dan Ahmad, shahih)
Itulah beberapa dalil yang menunjukkan bahwa agama ini dibangun dan bisa tegak dengan dzikir dan syukur.

Namun, apa yang dimaksud dengan dzikir?

Apakah cukup dengan mulut yang komat-kamit? Beliau rahimahullah memberi penjelasan yang sangat bagus sekali. Beliau mengatakan bahwa dzikir bukanlah hanya dengan lisan yang komat-kamit. Namun, dzikir yang sebenarnya adalah dengan hadirnya hati disertai ucapan lisan. Dalam dzikir kita juga harus meresapi makna nama dan sifat Allah, mengingat perintah dan larangan-Nya, dan mengingat Allah dengan merenungkan kalamullah yaitu Al Qur’an. Ini semua bisa digapai jika seseorang mengimani nama dan sifat-Nya, serta mengagungkan-Nya, juga memuji-Nya dengan berbagai macam sanjungan. Semua ini bisa digapai jika seseorang bertauhid dengan benar. Dzikir yang hakiki harus terkandung ini semua. Juga dzikir ini haruslah digapai dengan senantiasa mengingat nikmat Allah dan mengingat kebaikan Allah pada makhluk-Nya.

Itulah dzikir yang sebenarnya dan yang semestinya dilakukan setiap muslim.

Lalu apa yang dimaksud dengan syukur?

Syukur adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya dengan rasa cinta lahir maupun batin. Sehingga syukur bukanlah hanya di lisan semata, namun haruslah direalisasikan dalam ketaatan dan amal perbuatan.



Inilah dua perkara yang akan menegakkan agama seseorang.

Dalam dzikir kepada-Nya harus terdapat ma’rifah atau keimanan yang hakiki. Sedangkan dalam syukur harus terdapat ketaatan kepada-Nya.

Kedua perkara inilah tujuan diciptakannya jin dan manusia, juga langit dan bumi. Dengan dua hal ini baru akan ada pahala dan hukuman, juga sebab diturunkannya kitab suci dan para rasul.

Dalam berbagai ayat disebutkan bahwa tujuan penciptaan makhluk adalah agar kita senantiasa berdzikir (mengingat-Nya) dengan iman, dan juga bersyukur kepada-Nya dengan melakukan ketaatan. Tujuan penciptaan bukanlah untuk melupakan-Nya dan mengufuri-Nya. Ingatlah, Allah akan senantiasa mengingat hamba-Nya jika mereka selalu berdzikir pada-Nya, juga akan senantiasa mensyukuri hamba-Nya, jika mereka bersyukur pada-Nya.

Dzikir adalah sebab Allah mengingat hamba-Nya dan syukur adalah sebab Allah akan selalu menambah nikmat dan karunia.

Dzikir dilakukan dengan lisan dan hati. Sedangkan syukur dilakukan dengan rasa cinta dalam hati, pujian dalam lisan, dan melakukan ketaatan dengan anggota badan.

Semoga Allah membalas kebaikan Ibnul Qoyyim karena telah menyampaikan faedah yang berharga ini. Semoga kita termasuk orang-orang yg mengingat dan bersyukur pada-Nya. AMIN …

Faedah Ilmu disusun di pagi hari yang penuh berkah, 9 Dzulqo’dah 1429, di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul

[+/-] Selengkapnya...

Tawwakal Yang Sebenarnya

Tawwakal Yang Sebenarnya

”Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaaq [65] : 2-3).

Sebagian orang menganggap bahwa tawakkal adalah sikap pasrah tanpa melakukan usaha sama sekali. Contohnya dapat kita lihat pada sebagian pelajar yang keesokan harinya akan melaksanakan ujian. Pada malam harinya, sebagian dari mereka tidak sibuk untuk menyiapkan diri untuk menghadapi ujian besok namun malah sibuk dengan main game atau hal yang tidak bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan,”Saya pasrah saja, paling besok ada keajaiban.”
Apakah semacam ini benar-benar disebut tawakkal?! Semoga pembahasan kali ini dapat menjelaskan pada pembaca sekalian mengenai tawakkal yang sebenarnya dan apa saja faedah dari tawakkal tersebut.

Tawakkal yang Sebenarnya
Ibnu Rojab rahimahullah dalam Jami’ul Ulum wal Hikam tatkala menjelaskan hadits no. 49 mengatakan,

”Tawakkal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah ‘Azza wa Jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa ‘tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata’.”

Tawakkal Bukan Hanya Pasrah
Perlu diketahui bahwa tawakkal bukanlah hanya sikap bersandarnya hati kepada Allah semata, namun juga disertai dengan melakukan usaha.
Ibnu Rojab mengatakan bahwa menjalankan tawakkal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Allah memerintahkan kita untuk melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakkal. Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada Allah, sedangkan tawakkal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),”Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (QS. An Nisa [4] : 71). Allah juga berfirman (yang artinya),”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal [8] : 60). Juga firman-Nya (yang artinya),“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumu’ah [62] : 10). Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha.
Sahl At Tusturi mengatakan,”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan, pen). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah, pen) maka dia telah meninggalkan keimanan. (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam)

Burung Saja Melakukan Usaha untuk Bisa Kenyang
Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no.310)
Imam Ahmad pernah ditanyakan mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Pria itu mengatakan,”Aku tidak mengerjakan apa-apa sehingga rizkiku datang kepadaku.” Lalu Imam Ahmad mengatakan,”Orang ini tidak tahu ilmu (bodoh). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Allah menjadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku.” Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (sebagaimana hadits Umar di atas). Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. (Lihat Umdatul Qori Syarh Shohih Al Bukhari, 23/68-69, Maktabah Syamilah)
Al Munawi juga mengatakan,”Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rizki, yang memberi rizki adalah Allah Ta’ala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal tidak harus meninggalkan sebab, akan tetapi dengan melakukan berbagai sebab yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rizki dengan usaha sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rizki. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami’ At Tirmidzi, 7/7-8, Maktabah Syamilah)

Tawakkal yang Termasuk Syirik
Setelah kita mengetahui pentingnya melakukan usaha, hendaknya setiap hamba tidak bergantung pada sebab yang telah dilakukan. Karena yang dapat mendatangkan rizki, mendatangkan manfaat dan menolak bahaya bukanlah sebab tersebut tetapi Allah Ta’ala semata.
Imam Ahmad mengatakan bahwa tawakkal adalah amalan hati yaitu ibadah hati semata (Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim, 2/96). Sedangkan setiap ibadah wajib ditujukan kepada Allah semata. Barangsiapa yang menujukan satu ibadah saja kepada selain Allah maka berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan. Begitu juga apabila seseorang bertawakkal dengan menyandarkan hati kepada selain Allah -yaitu sebab yang dilakukan-, maka hal ini juga termasuk kesyirikan.
Tawakkal semacam ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam), apabila dia bertawakkal (bersandar) pada makhluk pada suatu perkara yang tidak mampu untuk melakukannya kecuali Allah Ta’ala. Seperti bersandar pada makhluk agar dosa-dosanya diampuni, atau untuk memperoleh kebaikan di akhirat, atau untuk segera memperoleh anak sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah kubur dan wali. Mereka menyandarkan hal semacam ini dengan hati mereka, padahal tidak ada satu makhluk pun yang mampu mengabulkan hajat mereka kecuali Allah Ta’ala. Apa yang mereka lakukan termasuk tawakkal kepada selain Allah dalam hal yang tidak ada seorang makhluk pun memenuhinya. Perbuatan semacam ini termasuk syirik akbar. Na’udzu billah min dzalik.
Sedangkan apabila seseorang bersandar pada sebab yang sudah ditakdirkan (ditentukan) oleh Allah, namun dia menganggap bahwa sebab itu bukan hanya sekedar sebab (lebih dari sebab semata), seperti seseorang yang sangat bergantung pada majikannya dalam keberlangsungan hidupnya atau masalah rizkinya, semacam ini termasuk syirik ashgor (syirik kecil) karena kuatnya rasa ketergantungan pada sebab tersebut.
Tetapi apabila dia bersandar pada sebab dan dia meyakini bahwa itu hanyalah sebab semata sedangkan Allah-lah yang menakdirkan dan menentukan hasilnya, hal ini tidaklah mengapa. (Lihat At Tamhiid lisyarhi Kitabit Tauhid, 375-376; Syarh Tsalatsatil Ushul, 38; Al Qoulul Mufid, 2/29)

Penutup
Ingatlah bahwa tawakkal bukan hanya untuk meraih kepentingan dunia saja. Tawakkal bukan hanya untuk meraih manfaat duniawi atau menolak bahaya dalam urusan dunia. Namun hendaknya seseorang juga bertawakkal dalam urusan akhiratnya, untuk meraih apa yang Allah ridhoi dan cintai. Maka hendaknya seseorang juga bertawakkal agar bagaimana bisa teguh dalam keimanan, dalam dakwah, dan jihad fii sabilillah. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa’id mengatakan bahwa tawakkal yang paling agung adalah tawakkal untuk mendapatkan hidayah, tetap teguh di atas tauhid dan tetap teguh dalam mencontoh/mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berjihad melawan ahli bathil (pejuang kebatilan). Dan beliau rahimahullah mengatakan bahwa inilah tawakkal para rasul dan pengikut rasul yang utama.


Kami tutup pembahasan kali ini dengan menyampaikan salah satu faedah tawakkal. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala (yang artinya),”Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaaq [65] : 2-3). Al Qurtubi dalam Al Jami’ Liahkamil Qur’an mengatakan,”Barangsiapa menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya.”


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca ayat ini kepada Abu Dzar. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,”Seandainya semua manusia mengambil nasehat ini, sungguh hal ini akan mencukupi mereka.” Yaitu seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakkal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam, penjelasan hadits no. 49). Hanya Allah-lah yang mencukupi segala urusan kami, tidak ada ilah yang berhak disembah dengan hak kecuali Dia. Kepada Allah-lah kami bertawakkal dan Dia-lah Rabb ‘Arsy yang agung.



***

[+/-] Selengkapnya...

Senin, 04 Oktober 2010

Akankah Amalku Di Terima ?

Akankah Amalku Di Terima ?

Beramal shalih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun yang tak kalah penting adalah mengetahui persyaratan agar amal tersebut diterima di sisi Allah. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.


Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.



Kerikil dan duri-duri hidup memang telalu banyak. Maka, untuk menyingkirkannya membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kita takut kalau seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah Subhanahuwata’ala. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan akankah ada yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang bernasib sama?



Sebelum semua itu terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawabnya dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allah Subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa satu-satunya jalan itu adalah dengan beriman dan beramal kebajikan. Allah berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ’Ashr: 1-3)



Sumpah Allah Subhanahuwata’ala dengan masa menunjukkan bahwa waktu bagi manusia sangat berharga. Dengan waktu seseorang bisa memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shaleh. Dan dengan waktu pula seseorang bisa terjerumus dalam perkara-perkara yang di murkai Allah Subhanahuwata’ala. Empat perkara yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala di dalam ayat ini merupakan tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan di akhirat.



Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui oleh setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Sebagaimana disebutkan Syaikh Muhammad Abdul Wahab dalam kitabnya Al Ushulu Ats Tsalasah dan Ibnu Qoyyim dalam Zadul Ma’ad (3/10), keempat perkara tersebut merupakan kiat untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan melawannya ketika kita dipaksa terjerumus ke dalam kesesatan.



Iman Adalah Ucapan dan Perbuatan



Mengucapkan “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya. Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.



Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman. Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.



Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman. Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syari’at Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.



Allah berfirman di dalam Al Qur’an:

“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3)



Imam As Sa’dy dalam tafsir ayat ini mengatakan: ”Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”



Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.992 dan 993)



Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.



Amal

Amal merupakan konsekuensi iman dan memiliki nilai yang sangat positif dalam menghadapi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada di dalamnya. Terlebih jika seseorang menginginkan kebahagiaan hidup yang hakiki. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan hal yang demikian itu di dalam Al Qur’an:

“Bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Ali Imran:133)



Imam As Sa’dy mengatakan dalam tafsirnya halaman 115: “Kemudian Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan-Nya dan menuju surga seluas langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan panjangnya yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala kepada orang-orang yang bertakwa, merekalah yang pantas menjadi penduduknya dan amalan ketakwaan itu akan menyampaikan kepada surga.”



Jelas melalui ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menyeru hamba-hamba-Nya untuk bersegera menuju amal kebajikan dan mendapatkan kedekatan di sisi Allah, serta bersegera pula berusaha untuk mendapatkan surga-Nya. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/169



Allah berfirman:

“Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan” (Al Baqarah: 148)



Dalam tafsirnya halaman 55, Imam As Sa’dy mengatakan: “Perintah berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan perintah tambahan dalam melaksanakan kebajikan, karena berlomba- lomba mencakup mengerjakan perintah tersebut dengan sesempurna mungkin dan melaksanakannya dalam segala keadaan dan bersegera kepadanya. Barang siapa yang berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi orang pertama yang masuk ke dalam surga kelak pada hari kiamat dan merekalah orang yang paling tinggi kedudukannya.”



Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk segera dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Bersegeralah kalian menuju amal shaleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, di mana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menjadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia.” (Shahih, HR Muslim no.117 dan Tirmidzi)



Dalam hadits ini terdapat banyak pelajaran, di antaranya kewajiban berpegang dengan agama Allah dan bersegera untuk beramal shaleh sebelum datang hal-hal yang akan menghalangi darinya. Fitnah di akhir jaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir dari satu fitnah muncul lagi fitnah yang lain. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/170

Karena kedudukan amal dalam kehidupan begitu besar dan mulia, maka Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan kita untuk meminta segala apa yang kita butuhkan dengan amal shaleh. Allah berfirman di dalam Al Quran:



“Hai orang-orang yang beriman, mintalah tolong (kepada Allah) dengan penuh kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (Al Baqarah:153)



Lalu, kalau kita telah beramal dengan penuh keuletan dan kesabaran apakah amal kita pasti diterima?



Syarat Diterima Amal

Amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah Subhanahuwata’ala sendiri di dalam kitab-Nya dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam di dalam haditsnya. Syarat amal itu adalah sebagai berikut:

Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata mencari ridha Allah Subhanahuwata’ala.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman;

Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5)



Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim)



Kedua dalil ini sangat jelas menunjukkan bahwa dasar dan syarat pertama diterimanya amal adalah ikhlas, yaitu semata-mata mencari wajah Allah Subhanahuwata’ala. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.



Kedua, amal tersebut sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Beliau bersabda:

“Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)



Dari dalil-dalil di atas para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak ada, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dari sini sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada kesesuaian amal tersebut dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan dalil yang penting niatnya. Kita akan mengatakan para pencuri, penzina, pemabuk, pemakan riba’, pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi, penipu, pelaku bid’ah (perkara- perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasululah r ) dan bahkan kesyirikan tidak bisa kita salahkan, karena kita tidak mengetahui bagaimana niatnya. Demikian juga dengan seseorang yang mencuri dengan niat memberikan nafkah kepada anak dan isterinya.

Apakah seseorang melakukan bid’ah dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala adalah benar? Apakah orang yang meminta kepada makam wali dengan niat memuliakan wali itu adalah benar? Tentu jawabannya adalah tidak.

Dari pembahasan di atas sangat jelas kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya. Oleh karena itu, sebelum melangkah untuk beramal hendaklah bertanya pada diri kita: Untuk siapa saya beramal? Dan bagaimana caranya? Maka jawabannya adalah dengan kedua syarat di atas.

Masalah berikutnya, juga bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amalan tersebut. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah yang paling bagus amalannya.” (Al Mulk: 2)



Muhammad bin ‘Ajlan berkata: “Allah Subhanahuwata’ala tidak mengatakan yang paling banyak amalnya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/396

Allah Subhanahuwata’ala mengatakan yang paling baik amalnya dan tidak mengatakan yang paling banyak amalnya, yaitu amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Imam Hasan Bashri.

Kedua syarat di atas merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha illallah – Muhammadarrasulullah.

Wallahu a’lam.

[+/-] Selengkapnya...

Kaffah Dalam Beragama

Kaffah Dalam Beragama

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh. Islam juga merupakan manhaj (metode) rabbani laksana buhul tali yang kuat dan tidak akan putus kecuali apabila ajarannya dilaksanakan layaknya metode kalangan Ahli Kitab, yaitu dengan mengimani sebagian ajaran dan mengufuri sebagian yang lain.
Pemilahan ajaran agama menjadi inti dan kulit, atau menjadi ushul (pokok) dan furu’ (cabang) merupakan salah satu ekses dari sikap mengimani sebagian ajaran Islam dan mengufuri sebagian ajaran yang lain. Maka, terkadang kita dapat melihat fenomena memprihatinkan dari kaum muslimin yang meremehkan syari’at Islam dengan dalih hal itu bukanlah inti ajaran Islam, atau itu hanyalah masalah furu’. Demikian pula, sebagian kalangan memandang sinis para juru dakwah yang berusaha menyeru umat untuk menerapkan Islam dari segala sisinya, karena beranggapan apa yang diserukan tersebut hanyalah perkara kulit.
Pemilahan yang telah menjadi akidah (keyakinan) sebagian kalangan Islam ini tidak selaras dengan ajaran Islam. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal berikut :
Pertama: Al-Quran secara tegas menyeru orang-orang beriman untuk melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan ajaran yang satu dengan ajaran yang lain. Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).
Kita perhatikan ayat ini, setelah Allah ta’ala mengajak para hamba-Nya yang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan dan melaksanakan ajaran-Nya tanpa mengesampingkan ajaran yang lain, maka Allah ta’ala memperingatkan hamba-Nya agar tidak mengikuti langkah syaithan, yaitu dengan firman-Nya,
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
“dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan.” (QS. Al Baqarah: 208)
Ayat ini menunjukkan indikasi bahwa, di sana hanya terdapat dua buah pilihan, yaitu:
Pertama, masuk ke dalam Islam secara keseluruhan dengan melaksanakan ajarannya yang komprehensif dan paripurna, atau apabila tidak mau melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan, maka yang ada hanya pilihan kedua, yaitu mengikuti langkah-langkah syaithan dengan melakukan pembeda-bedaan ajaran Islam atau meremehkan sebagian ajarannya.
Kedua: Berbagai hadits nabi yang shahih (valid) tidak mendukung persepsi kalangan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa jenis hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
Hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keterkaitan sebagian ajaran Islam –yang dianggap perkara furu’ oleh kalangan tersebut- dengan balasan yang sangat besar dari Allah.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dia mengatakan bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا قال الإمام { غير المغضوب عليهم ولا الضالين } . فقولوا آمين فإنه من وافق قوله قول الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه
“Apabila imam membaca { غير المغضوب عليهم ولا الضالين } , maka ucapkanlah, “Amin”, karena seorang yang ucapan “”Amin”nya sesuai dengan ucapan para malaikat, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 749).
Hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan sebagian ajaran Islam –yang dianggap perkara furu’ oleh kalangan tersebut- sebagai bagian dari kemuliaan dan menjadi penopang agar agama ini bisa tetap tegak di muka bumi.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwasanya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لايزال الدين ظاهرا ما عجل الناس الفطر لأن اليهود والنصارى يؤخرون
“Agama ini akan senantiasa tegak selama kaum muslimin menyegerakan berbuka, karena kaum Yahudi dan Nasrani mengakhirkan berbuka puasa.” (Hasan. HR. Abu Dawud no. 2353).
Ketiga: Berbagai fatwa para ulama terdahulu dan kontemporer telah menjelaskan kebatilan pemilahan dan pengkotak-kotakan yang direkayasa ini.
‘Izz ad-Din Ibnu Abd as-Salam rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh mengatakan salah satu bagian syari’at ini sebagai qusyur (kulit), karena di dalamnya terkandung berbagai manfaat dan kebaikan. Bagaimana mungkin perintah untuk melaksanakan ketaatan dan perkara keimanan dikatakan sebagai kulit?! Dan ilmu yang disebut sebagai ilmu hakikat dianggap sebagai bagian dari ajaran syari’at. Tidak ada yang menggunakan berbagai istilah ini kecuali seorang yang celaka dan tidak tahu tata krama.
Jika dikatakan kepada salah seorang di antara mereka, “Sesungguhnya pendapat ustadz kamu itu hanyalah kulit (karena tidak sejalan dengan syari’at), maka dia akan mengingkari dengan teramat sangat, dan justru berbalik menyematkan label “kulit” tadi pada ajaran syari’at!
Padahal syari’at ini tidak lain adalah ajaran yang bersumber dari al-Quran dan sunnah rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka (orang ini pantas) diberi hukuman ta’zir yang setimpal dengan perbuatan dosanya ini.” (al-Fatawa hal. 71-72).
Pemaparan di atas menyatakan dengan jelas bahwa kita wajib untuk melaksanakan ajaran syari’at ini secara keseluruhan, tanpa memilah-milahnya. Ajaran agama ini telah mencakup kehidupan individu dan sosial, serta tidak meninggalkan perkara yang kecil maupu yang besar, melainkan telah diterangkan dalam agama kita.
Koreksi terhadap Kaidah Toleransi!
Beberapa tokoh Islam kontemporer menetapkan suatu kaidah yang merupakan turunan (derivat), atau kita katakan kaidah tersebut merupakan implementasi dari pemilahan ajaran agama menjadi inti dan kulit.
Kaidah tersebut merupakan kaidah yang terkenal dengan Kaidah Emas (القاعدة الذهبية) atau Kaidah Toleransi yang berbunyi,
نتعاون فيما اتفقنا عليه, و يعذر بعضنا بعضا فيما اختلفنا فيه
“Kita saling bekerjasama dalam perkara yang kita sepakati dan saling toleran dalam permasalahan yang kita perselisihkan.”
Jika kaidah ini diterapkan, maka ajaran Islam akan terlepas satu per satu. Hal ini dapat dijelaskan dengan berbagai alasan berikut:
Sesungguhnya perselisihan akan terjadi, bahkan dalam perkara-perkara fundamen dalam agama ini seperti akidah. Oleh karena itu, umat ini terpecah-pecah ke dalam beberapa jama’ah dan kelompok. Maka seorang yang memberikan toleransi terhadap perselisihan ini, maka dirinya telah melegalkan perkara yang diharamkan, dicela, dan diperingatkan oleh Allah! Bahkan hal ini merupakan salah satu bentuk pemikiran kelompok Murji’ah. Wal ‘iyadzu billah.
Kaidah ini adalah rekayasa manusia yang tidak selaras dengan kitabullah, tidakpula dengan sunnah nabi-Nya, dan juga tidak pernah didengung-dengungkan oleh generasi terbaik umat ini, yaitu para sahabat dan ulama yang mengikuti mereka dengan baik. Bahkan metode beragama mereka berseberangan dengan kaidah ini.
Jika kita menerapkan kaidah ini, maka pintu keburukan akan terbuka lebar-lebar. Karena konsekuensinya, kita toleran terhadap para da’i yang menyuarakan akidah Wahdat al-Wujud; kita harus toleran terhadap tindakan-tindakan kalangan yang terpengaruhi pemikiran Khawarij dan takfir (pengkafiran secara serampangan); begitupula kita harus berlapang dada dengan fenomena nikah Mut’ah (kawin kontrak); atau fenomena-fenomena kesyirikan seperti thawaf di kuburan orang shalih, bertawassul dengan para wali, menta’thil (meniadakan) sifat-sifat bagi Allah (seperti mengatakan bahwa Allah tidak memiliki pendengaran, tidak pula penglihatan).
Buah yang diharapkan oleh pencetus kaidah ini justru berkebalikan dengan realita yang timbul tatkala kaidah ini diterapkan. Sang pencetus berharap kaidah ini mampu meminimalisir perselisihan antara kaum muslimin, namun realita membuktikan bahwa kaidah ini justru merupakan faktor yang memicu bertambahnya perpecahan, perselisihan, dan terkotak-kotaknya umat ke dalam beberapa aliran keagamaan.
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan umat beliau yang berjalan di atas sunnah beliau. [1]
Kamis sore, Cibeber, 27 Shofar 1431 Hm bertepatan dengan tanggal 11 Februari 2010.

[+/-] Selengkapnya...

Berita Gembira Bagi Wanita yang Hamil

Berita Gembira Bagi Wanita yang Hamil

Wanita yang paling baik dan paling tinggi kedudukannya adalah para Ibu. Hal ini disebabkan mereka memikul berbagai kesulitan dan kecapaian sebagai ibu. Allah menerangkan:

…وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا

“Kami perintakan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyampihnya adalah tigapuluh bulan” (Surat Al-Ahqaf:15)
Yaitu mengandungnya di perutnya dalam bulan-bulan kehamilan dengan berbagai kesulitan, dan melahirkannya dengan penuh kesulitan pula. Maka dia mengalami kesusahan-kesusahan dalam kehamilan, sakitnya melahirkan, dan sulitnya menyusui serta menyapih. Firman Allah Ta’ala:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (Luqman:14.)

Karena seorang ibu mengalami kepayahan melebihi apa yang dialami oleh seorang bapak, maka hak dan bagiannya terhadap anak lebih besar untuk diperlakukan secara baik oleh anak.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam dan berkata: “Ya Rasulullah siapakah manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Beliau mengatakan: “Ibumu’ laki-laki itu berkata: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: ‘Ibumu” laki-laki itu berkata lagi “Setelah itu siapa?” Beliau berkata: “Ibumu” laki-laki itu bertanya lagi “Setelah itu siapa?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam menjawab: “Bapakmu”.

Hadits ini bukan berarti mengecilkan kedudukan seorang ayah dan meremehkan hak-haknya karena hak ayah terhadap anak itu sangat agung dan besar. Tetapi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam mendapati perempuan pada posisi yang lemah secara umum terlebih pada masa beliau dimana manusia hidup pada jaman jahiliyah dengan akhlak yang jelek dan perlakuan yang jelek terhadap perempuan. Maka beliau menganjurkan untuk birrul walidain (berbakti pada orang tua) khususnya ibu, supaya jangan sampai seorang anak meremehkan kedua orang tua untuk berbuat baik dan menunaikan hak-haknya dimana hak seorang ibu lebih besar terhadap hak-hak seorang bapak terhadapnya.

Allah telah mewajibkan kepada anak berbakti kepada orang tuanya dan menjanjikan pahala yang besar, dan mengharamkan durhaka pada orang tua atau salah satunya. Hal itu dianggap dosa besar. Banyak ayat dan hadits tentang permasalahan ini. Firman Allah Ta’ala:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا(24)

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkalah: ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu kecil” (Al Isra: 23-24)

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin As radhiallahu ‘anhu menyatakan: seorang laki-laki menghadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam dan berkata: “Aku berbaiat kepadamu untuk hijrah dan berjihad dengan mengharap pahala dari Allah Ta’ala”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam berkata: “Apakah kamu memiliki salah satu dari orang tuamu yang masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Ya, bahkan keduanya (masih hidup)”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam bersabda: “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala dari Allah?”. Laki-laki itu menjawab: “Ya”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam berkata: “Kembalilah kamu kepada kedua orang tuamu dan perlakukan mereka dengan baik”. Dalam riwayat lain “Pada kedua orang tuamu maka kamu berjihad”.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Nufa’i bin Al-Harits menyatakan: bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam: “Maukah kalian aku beritahu tentang dosa besar yang paling besar?” Kami berkata,”Tentu, Ya! Rasulullah”. Beliau menyatakan:”Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam yang semula bersandar kemudian duduk dan menyatakan: “Dan ucapan dusta dan sumpah palsu”. Rasulullah terus mengulang-ulang sampai kami berkata: “Seandainya beliau diam”.

Dari Kitab Ushul Muaasyarotil Zaujiayti, syaikh Muhammad Kan’an
>

[+/-] Selengkapnya...

Followers

 

Pencarian kata

powered by Answers.com

Hamba Allah

Foto Saya
Kurniawan Bogo Yustanto
Kubukan Seorang Penulis Maupun Seorang Ustadz atau Kyai, Diriku hanya seseorang Yang Mencoba Untuk Bisa Saling Berbagi Mengenai Agama Islam yang Sempurna ini. Seluruh isi Artikel di Blog ini bebas Etika Copy/Paste. Diperbolehkan COPY seluruh isi blog ini. Karena begitu indahnya berbagi ilmu dan mencoba untuk berdakwah :) Indahnya Kebersamaan Dalam Islam
Lihat profil lengkapku

Ajang Silaturohim :

Jadwal Shalat Kota Semarang