Artikel Islam

Kesungguhan Hati Dalam BerIslam

Jumat, 03 Desember 2010

Kekeliruan Dalam Menyambut Tahun BAru Hijriah

Kekeliruan Dalam Menyambut Tahun BAru Hijriah

Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram 1431 H. Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.

Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram

Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”[1]

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab. Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.

Di Balik Bulan Haram

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”[3]

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”[4]

Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)

Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

”Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[5]

Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.[6]

Perkataan yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), beliau rahimahullah mengatakan, ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut. Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya adalah Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah, sedangkan bulan inilah yang memakai nama islami dan disebut Muharram. Bulan ini adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melakukan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti pada hari Arofah dan 10 Dzulhijah. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”[7]

Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, ”Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?”

Beliau rahimahullah menjawab, ”Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram).[8]

Dengan melihat penjelasan Az Zamakhsyari dan Abul Fadhl Al ’Iroqiy di atas, jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan istimewa.

Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?

Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”[9] Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.[10]

Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.

Amalan Keliru dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah

Amalan Pertama: Do’a awal dan akhir tahun

Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.

Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.[11]

Amalan kedua: Puasa awal dan akhir tahun

Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta'ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:

Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.[12]
Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.

Amalan Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah

Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[13]

Penutup

Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.

Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.”[14]

Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”[15]

Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Artikel http://rumaysho.com

[+/-] Selengkapnya...

Muharram, Momentum Peningkatan Iman dan Amal di Awal Tahun Hijriyah

Muharram, Momentum Peningkatan Iman dan Amal di Awal Tahun Hijriyah

Momentum hijrah, mengutip taujih oleh Sekretaris Dewan Syariah Pusat (DSP) PKS Bukhori Yusuf, harus benar-benar dipahami sebagai titik tolak perubahan yang mendasar bagi hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, agar awal tahun hijriyah tidak berlalu tanpa bekas, maka jadikan bulan Muharram sebagai titik awal untuk memperbarui iman kita dengan meningkatkan ibadah kita.Apa saja amalan yang berkaitan dengan bulan Muharram? Berikut di antaranya yang dikutip dari situs syariah-online.

Amalan Di Bulan Muharram (awal Tahun Hijriyah)

Pertanyaan

Assalamualaikum.
Amalan apa yang seharusnya kita lakukan berkait dengan moment pergantian tahun baru hijriyah?
Abu Aisyah

Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Dalam kitab I‘anatut Thalibin, salah satu kitab yang banyak digunakan dalam mazhab Asy-Syafi‘iyyah, pada jilid 2 hal 267, disebutkan bahwa memang banyak amal-amal yang sering dilakukan pada momentum bulan Muharram. Namun penyusun kitab ini mengatakan bahwa hanya dua saja yang memiliki dasar kuat yaitu sunah puasa dan meluaskan belanja. Sedangkan selebihnya kebanyakan haditsnya dhaif dan sebagian lagi mungkar maudhu‘.

Yang berkaitan dengan puasa adalah puasa sunah yaitu pada hari kesepuluh dan kesembilan di bulan itu. Sering juga disebut dengan ‘Asyuro dan Tasu‘a. Banyak sekali dalil yang menerangkan hal ini, antara lain:

Dari Abu Hurairoh RA ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Shaum yang paling utama setelah shaum Ramadhan adalah shaum dibulan Alloh Muharram. Dan sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam.” (HR Muslim 1162)

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: “Wahai penduduk Madinah, dimana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ini hari Assyura, dan Alloh tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka” (HR Bukhori 2003)

Rasulullah SAW bersabda: “Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya” (HR Thohawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095)

Sedangkan amal lainnya -selain puasa dan meluaskan belanja- sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi, adalah amal yang dasar hukumnya lemah.

Beliau -An-Nawawi- mengutip nazham yang disusun anonim (tanpa nama pengarang) berkaitan dengan amalan di bulan Muharram itu yaitu:

Puasalah, Shalatlah, Silaturrahim-lah, kepala anak yatim usaplah, bersedekahlah, mandilah, luaskan belanja, potonglah kuku, kunjungi ulama, tengoklah orang sakit, pakailah celak mata, bacalah surat Ihklas 1000 kali.

Sebenarnya amal-amal itu semua baik-baik saja, selama tidak dikaitkan dengan momentum tertentu. Sehingga yang jadi titik masalah adalah dikaitkannya amal-amal itu dengan momen Muharram dengan keyakinan bahwa bila dilakukan di waktu lain, tidak sebesar itu pahalanya. Karena dasar haditsnya memang lemah, bahkan sebagian dhaif dan mungkar.

Wallahu A‘lam Bish-Showab,
Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Puasa Sunat Di Bulan Muharram

Pertanyaan:
Assalaamu’alaikum Ustd,
Apakah ada ketentuan utk puasa sunat di bulan Muharram?
Sister

Jawaban:
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Yang disunnahkan secara tegas adalah berpuasa pada tanggal 10 Muharram dan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Dan sering disebut juga juga dengan Shaum Asyuro.

Pada asalnya Shaum Asyuro ini adalah wajib. Kemudian kewajibannya dinasakh dengan kewajiban shaum Ramadhan, maka shaum tersebut berubah hukumnya menjadi sunnah. Oleh karena itu Rasulullah SAW menganjurkan kepada umat Islam untuk melaksanakan shaum assyuraa (shaum hari kesepuluh) dari bulan Muharram ditambah dengan shaum sehari sebelumnya atau sesudahnya. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat. Antara lain:

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: “Wahai penduduk Madinah, dimana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ini hari Assyura, dan Alloh tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka” (HR Bukhori 2003)

Juga ada hadits lainnya berikut ini :

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum assyuraa, beliau pun bertanya. Mereka menjawab: Ini hari baik, hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum pada hari itu. Maka Rasulullah SAW menjawab: “Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian”, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut. (HR Bukhori 2004)

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: pada saat Rasulullah SAW melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata: “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya”. Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah SAW meninggal sebelum sampai tahun berikutnya” (HR Muslim 1134)

Rasulullah SAW bersabda: “Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya” (HR Thohawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095)

Adapun keutamaan shaum tersebut sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Abu Qatadah, bahwa shaum tersebut bisa menghapus dosa-dosa kita selama setahun yang telah lalu (HR Muslim 2/819)

Imam Nawawy ketika menjelaskan hadits di atas beliau berkata: “Yang dimaksud dengan kafaraoh dosa adalah penghapus dosa-dosa kecil, akan tetapi jika orang tersebut tidak memiliki dosa-dosa kecil diharapkan dengan shaum tersebut dosa-dosa besarnya diringankan, dan jika ia pun tidak memiliki dosa-dosa besar, Allah akan mengangkat derajat orang tersebut di sisi-Nya.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Sumber http://www.pks-jaksel.or.id/Article1494.html

[+/-] Selengkapnya...

DOA AKHIR TAHUN….

Selamat Tahun Baru 1432H
Semoga Allah meridhoi segala niat dan usaha-ibadah kita di dunia ini.
Semoga Allah memberikan Hidayah, Berkah, Keselamatan, Kesehatan, Rezeki, di tahun-tahun mendatang hingga ajal menjelang.
Semoga Allah tetap meneguhkan nikmat Iman dan Islam dalam hati kita.

Ya Rabb jangan tinggalkan hamba meski hanya sedetik pun, karena hamba tidak akan sanggup menghadapi dunia tanpaMu..

DOA AKHIR TAHUN….



Bismillaahirrahmaanirraahiim, wa shollalloohu’alaa sayyididinaa muhammaadin wa’alaa aalihi wa shohbihii wa sallama, Alloohumma maa’amiltu fii hadzihis sanati mimmaa nahaitanii’anhu falam atub minhu wa lam tardhohu wa lam tansahu wa hamiltu ‘alayya ba’da qudrotika ‘uquubati wa da’autanii ilattaubati minhu ba’da jiroo-atii ‘alaa ma’shiyatika fa-innii astaghfiruka faghfirlii bifadhlika wa maa’amiltuhu fiiha mimma tardhoohu wa wa’adtanii ‘alaihits tsawaba wa as-aluka. Alloohumma yaa kariimu yaadzal jalaali wal ikroomi antaqobbalahu minnii walaa taqtho’ rojaa-i minka yaa kiriimu wa shollalloohu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shohbihii wa sallama.

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad teriring keluarga serta sahabat beliau. Wahai Tuhanku, apa yang hamba perbuat sepanjang tahun ini berupa perbuatan perbuatan yang Paduka larang hamba melakukannya, sedangkan hamba belum bertaubat dari padanya dan Paduka tidak meridhainya dan tidak melupakannya, dan Padukapun telah menyayangi hamba setelah Padukapun kuasa untuk menyiksa hamba, kemudian Paduka menyeru hamba untuk bertaubat setelah hamba bermaksiat kepada Paduka. Karena itu, hamba mohon ampunan dari Paduka, maka ampunilah hamba dengan Anugerah-Mu.
Dan apa yang telah hamba kerjakan ditahun ini adalah berupa perbuatan yang Paduka ridhai dan Paduka janjikan pahala atasnya, Hamba mohon pada-Mu wahai Tuhanku, Dzat Yang Maha Mulia, yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan, agar Paduka terima amalan hamba dan jangan hendaknya Paduka putuskan harapan hamba dari-Mu, wahai Dzat Yang Maha Mulia. Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad teriring keluarga serta sahabat beliau.”

*********


DO’A AWAL TAHUN….



Bismillaahirohmaanirrohiim. wa shollalloohu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shohbihii wa sallama. Allohumma antal abadiyyul qodiimul awwalu wa ‘alaa fadhlikal ‘adliimi wujuudikal mu’awwali wahaadza’aamunjadiidun qod aqbala nas-alukal ‘ishmata fiihi minasysyaithooni wa auli yaa-ihi wa junuudihi wal ‘auni ‘alaa haadzihil ammaaroti bissuu-i wal istighooli bimaa yuqorribunii ilaika zulfa yaa dzal jallali wal ikroom. wa shollalloohu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shohbihii wa sallama.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad teriring keluarga serta sahabat beliau.
Wahai Tuhanku, Paduka adalah Dzat Yang Maha Kekal, dahulu dan Awal. Hanya denga anugrah dan kemurahan-Mu yang agung, telah datang tahun baru. Di tahun ini kami memohon pemeliharaan-Mu dari Syetan, kekasihnya dan balatentaranya, dan kami memohon pertolongan-Mu atas hawa nafsu yang mengajak kepada kejelekan, dan kami memohon kesibukan dengan perbuatan yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad teriring keluarga serta sahabat beliau.”

Amiin ya robbal ‘alamiin…

Wallohua’laam bishshowab…

[+/-] Selengkapnya...

Doa Awal Tahun Baru Hijriyah

Doa Awal Tahun Baru Hijriyah

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH, 1 MUHARRAM 1432 H.

Bismillaahi rrahmaani rrahiim
Washallallaahu 'alaa sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihii wa shahbihii wa sallam. Allaahumma antal abadiyyul qadiimul awwal. Wa 'alaa fadhlikal 'azhiimi wa juudikal mu'awwal. Wa haadza 'aamun jadiidun qad aqbal. Nas-alukal 'ishmata fiihi minasysyaithaani wa auliyaaihi wajunuudihi wal 'auna 'alaa haadzihin nafsi ammaarati bissuui wal istighaala bimaa yuqarribuuni ilaika zulfaaya dzal jalaali wal ikraam. Wa shallallaahu 'alaa sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihii wa shahbihii wa sallam

Artinya :

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Dan semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Keluarganya dan para sahabat. Ya Allah, engkaulah yang abadi, dahulu, lagi awal. Dan hanya kepada anugerahMu yang Agung dan kedermawananMu tempat-tempat bergantung. Tahun ini benar-benar telah menghadap (datang).
Kami meminta kepadaMu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami meminta bantuan untuk mengalahkan hawa nafsu yang mengajak keburukan dan kami meminta bantuan agar dapat sibuk dengan sesuatu yang dapat mendekatkan pahala disisiMu, wahai Dzat yang mempunyai keagungan dan kemuliaan.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya.

Doa ini dibaca setelah shalat maghrib pada awal tahun hijriyah.

Semoga Allah SWT senantiasa merahmati setiap rencana dan ikhtiar kita ditahun ini, Amin

[+/-] Selengkapnya...

Sejarah Kalender Hijriah

Sejarah Kalender Hijriah

Diambil dari seksi Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Kerajaan Saudi Arabia

Khalifah Umar bin Khatab r.a. adalah orang yang pertama menggunakan kalender bulan kamariah berdasarkan peristiwa hijrah Nabi saw. dari Mekah ke Madinah. Beliau menjadikan peristiwa yang terjadi pada tahun 622 M. itu sebagai awal penanggalan dalam Islam.

Dalam penulisan tahun Hijrah tersebut, sudah biasa ditulis dengan (هـ) dalam bahasa Arab atau (A.H.) singkatan dari Anno Hegirea (sesudah hijrah) untuk bahasa-bahasa Eropah, sedangkan untuk bahasa Indonesia biasa ditulis dengan (H.). Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 1 Muharam, bertepatan dengan 16 Juli 622 M.

Kalender Hijriah (Islam) ini terdiri dari dua belas bulan, dengan urutan sbb.: (Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah)

Di antara hari-hari besar yang terdapat dalam kalender Hijriah (Islam) adalah; Tahun Baru Hijriah, tanggal 1 Muharam, Peringatan Israk Mikraj, tanggal 27 Rajab, Awal Bulan Suci Ramadan, Lailatulkadar, sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, Idul Fitri, tanggal 1 Syawal, Idul Adha, tanggal 10 Zulhijah dan Musim Haji, dari tanggal 8 s/d 13 Zulhijah.

Mengingat bahwa kalender hijriah dihitung berdasarkan rotasi bulan yang berlawanan dengan rotasi matahari, mengakibatkan bahwa semua hari-hari besar Islam, dapat terjadi pada musim-musim yang berbeda. Sebagai contoh, musim haji dan bulan puasa, bisa terjadi pada musim dingin atau pada musim panas.

Yang perlu diperhatikan adalah :

* Hari-hari besar Islam tidak akan terjadi persis dengan musim kejadiannya, kecuali sekali dalam 33 tahun.

* Kita sering menemukan perbedaan antara beberapa kalender hijriah yang dicetak, perbedaan tersebut terjadi karena:
- Pertama, tidak ada standardisasi internasional tentang cara melihat anak bulan.
- Penggunaan cara penghitungan dan proses melihat bulan yang berbeda.
- Keadaan cuaca dan peralatan yang dipakai dalam melihat anak bulan.

Dari sini, maka tidak akan ditemukan adanya program penanggalan hijriah yang 100 persen benar, sehingga proses melihat anak bulan (rukyah) masih tetap relevan dalam penentuan hari besar seperti bulan puasa, Idul Fitri dan Idul Adha.

[+/-] Selengkapnya...

Cara Mudah Menghafal Bulan Hijriyah

Cara Mudah Menghafal Bulan Hijriyah

Pertama, yang harus diingat adalah tahun hijriah berdasarkan hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinnah. Kalau lupa nama bulan pertama, ingat saja nama Rasul dan nama kota yang dituju beliau: Muhammad dari Mekkah Mukarrahmah ke Madinah, ketemulah kata Muharram. Hijrahnya Rasul adalah suatu perjalanan suci. Perjalanan dalam bahasa Arab adalah Safar. Itulah nama bulan kedua.

Selanjutnya, 4 bulan berikutnya merupakan bulan yang mengandung kata-kata awal dan akhir/tsani. Sesampainya Rasul berhijrah dan melakukan perjalanan, Rasul tercinta berulang tahun di Madinah. Kelahiran Rasul ada di bulan Rabi’ul Awal. Itu nama bulan ketiga. Ingat rumusannya tadi, ada kata awal harus ada akhir, jadilah Rabi’ul Akhir atau Rabi’ul Tsani sebagai bulan ke empat. Masih ada dua bulan lagi setelahnya yang mengandung awal dan akhir, yaitu Jumadil Awal dan Jumadil Akhir/Tsani sebagai bulan yang ke lima dan ke enam.

Nah, 4 bulan berikutnya, terdiri dari kombinasi RS-RS. Apa itu? Ingat saja doa Rasul pada saat bulan Rajab: ‘Sampaikan aku di bulan Sya’ban dan Ramadhan‘. Kalau sudah ketemu Ramadhan pasti ingat bulan Syawal. Jadi RS-RS adalah Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal.

2 bulan terakhir, diawali dengan kata Dzul. Bulan ke sebelas adalah Dzulkhaidah dan yang terakhir adalah bulan haji, yaitu Dzulhijjah.

Jadi urutan bulan dalam kalender Hijriah adalah Muharram, Safar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulkhaidah dan Dzulhijjah. Gampang bukan?

selamat mencoba menghafal ya.
(bookletshohiby.blogspot.com)

[+/-] Selengkapnya...

Followers

 

Pencarian kata

powered by Answers.com

Hamba Allah

Foto Saya
Kurniawan Bogo Yustanto
Kubukan Seorang Penulis Maupun Seorang Ustadz atau Kyai, Diriku hanya seseorang Yang Mencoba Untuk Bisa Saling Berbagi Mengenai Agama Islam yang Sempurna ini. Seluruh isi Artikel di Blog ini bebas Etika Copy/Paste. Diperbolehkan COPY seluruh isi blog ini. Karena begitu indahnya berbagi ilmu dan mencoba untuk berdakwah :) Indahnya Kebersamaan Dalam Islam
Lihat profil lengkapku

Ajang Silaturohim :

Jadwal Shalat Kota Semarang